Ketika Waktu Berdetak, dan Kamu Harus Terus Berjalan



Di mana ada keinginan, di situ ada jalan. Setiap kali aku merenungkan hidupku, maka aku mempercayai itu.


Barangkali Malang adalah sebuah kota yang tak dapat kulupa sampai detik ini. Bukan hal yang mudah untuk tidak menyebut kota yang kutinggali selama 8 tahun itu. Yap! 8 tahun! Ini bukan waktu yang sedikit. Separo remajaku di sana, di masa SMA & kuliah, masa pembentukan lingkaran pertemanan yang kuat. Apalagi saat ayah dan ibu sudah berpulang. Jiwa ragaku ternyata 100% ada di sana, di kota itu. Dan ketika pada masanya harus kembali ke kalsel, yang notabene bukan kota masa kecil, semua ini menjadi masalah bagiku. Bahwasanya bahkan untuk mencari teman makan di luar waktu itu, aku kesusahan. Teman bertukar pikiran dan gagasan, sungguh-sungguh tak ada. Aku sempat mengalami masa di mana bahkan keluar dari kamar saja aku tak memiliki alasan. Tetapi tentu saja aku tidak berputus asa. Bagaimana caranya menemukan sebuah komunitas, dan menjaring pertemanan di sana selalu kupikirkan.

Ada seorang pernah berkata, bahwa masa yang paling membuat depresi adalah ketika ditinggal orang tersayang dan yang kedua setelah lulus kuliah. Ah. Siapalah yang membuat pernyataan ini aku lupa. Tetapi sumpah, aku akan bilang bahwa itu benar dan sialnya aku memiliki masa keduanya. Kau bayangkan saja, aku lulus kuliah di mana masa depan tak ada bayangan. Lalu kembali ke tempat di mana sudah tidak sama lagi. Orang yang paling mencintaimu (red: emak dan bapak) kamu lho tidak ada di tempat itu. Tidak ada yang mengajakmu bicara soal gagasan, atau ide-ide mengejar cita-cita, sama-sama mengeksplorasi dan bereksperimen. Kamu justru kembali ke tempat di mana pola pikirmu kelampau jauuuuh berbeda, dan kamu merasa terasing di dalam pikiran.


Aku bertahan dengan isi kepalaku, seberapa jauh berbedanya dengan lingkunganku yang sekarang. Ini sudah terlanjur. Aku tidak pernah menduga akan masuk dalam masalah benturan pola pikir lalu terasing di dunia antah berantah. Ketika aku kembali ke Kalsel, dan ditanya soal pekerjaan, aku bertahan dengan pengangguran sebab tak ada satu pun pekerjaan yang menarik hatiku. Satu-satunya yang kusyukuri adalah ayah PNS, sehingga aku mendapat tunjangan yatim piatu. Itu cukup untuk bertahan hidup, sembari mencari jalan menemukan apa yang kuinginkan.

Kira-kira 7 bulan lamanya aku mengalami masa penangguran, menghabiskan waktu dengan membaca novel, teknik menulis, dan menjadi manusia penimbun buku-buku. Pada masa itu, ketika orang bertanya pekerjaan apa yang kuinginkan, aku selalu menjawab simple, “Cita-citaku adalah aku jalan-jalan, terus aku dapat uang.”

Aku selalu menggaungkan itu, tak peduli bahkan tidak ada bayangan memangnya pekerjaan apa itu? Kamu mengucapkannya tanpa tahu di mana jalannya. Pada saat itu aku masih memikirkan dan memperjuangkannya agar tetap sinkron dengan keinginanku memiliki lifesyle ini, ‘Membaca, menulis, jalan-jalan, sharing dan kontemplasi.’ :D. Kira-kira sesimple itulah. Simple tapi kayaknya rumit. Nyahaha. Dan di masa mempertahankan itu, aku terjebak dengan pikiran yang terombang-ambing. Yah, stress tingkat dewalaah. 

Hingga suatu hari, setelah 7 bulan jadi manusia kurang waras, aku bertemu seseorang di sebuah pelatihan menulis novel yang kemudian mengajakku bergabung pada sebuah NGO (kemudian tambah nggak waras. Wkwkwkw). Aku tak pernah tahu ada yayasan macam itu di kalsel. Bahkan namanya saja baru pertama kali itu aku tahu. Tetapi saat diceritakannya pengalaman orang-orang di sana yang sering berhadapan bahkan pernah disetrum preman, aku langsung antusias (antusias macam apa ini :v :v :v). Ya ampun, itu masalah paling menarik yang pernah aku temui. Saat diceritakannya bahwa yayasan itu menerima pengaduan terkait lingkungan, dan kerjaanya sering di lapangan, dan berbagai macam kasus ada databasenya, tentu saja aku langsung menerima tawaran menjadi relawan. Bahkan jika orang itu tidak menawariku, aku mungkin akan menawari diri duluan. Maka, aku terjuan ke sana dengan goal yaitu menggali inspirasi untuk novelku (sayangnya kagak selesai-selesai :v).

Maka, terduduklah aku di sebuah ruangan di mana perkenalan dan wawancara dilakukan. Mereka bertanya apa yang kulakukan, kujawab bahwa pekerjaanku selama ini cuman foya-foya. Wkwkwk. Maklumlah, saat itukan lagi stress jadi jawabnya ngasal. Entah apa yang ada dipikirkan mereka saat kujawab begitu. Tetapi beberapa saat kemudian aku pun dikirim untuk magang ke Jambi, karena ada sebuah program besar yang dananya baru saja cair. Dan itu adalah kali pertama Tuhan menjawab doaku yang menginginkan jalan-jalan lalu dapat uang, sebab lemabag tentu tak membiarkan kami pergi tanpa uang saku.

Setiap kali aku memikirkan mengapa sekarang aku justru ada berada di sebuah NGO, aku selalu ingat masa itu, masa pengangguran di mana doa aku ingin jalan-jalan lalu dapat uang aku dapatkan. ‘Membaca, menulis, jalan-jalan, sharing dan kontemplasi.’ Lifestyle itu telah dipenuhi Tuhan untukku. Dan sekarang barangkali masalahku tinggal satu, soal jodoh. 

Jodoh? Yah.. berdasarkan pengalaman Tuhan pasti akan menjawab doa. Aku masih ingin bertahan dengan kriteriaku, tak peduli seberapa orang mengatakan aku terlalu pemilih. Aku akan bertahan, walau aku tak pernah tahu dengan siapa. Dan tentu saja memintanya harus kepada Tuhan, sebab aku masih ingat pernah menangis-nangis padaNya karena tidak mau melamar pekerjaan dan bertahan dengan pengangguran, sementara Dia maha tahu apa yang diinginkan dan yang terbaik untuk hambaNya. Lalu dijebloskanNya aku ke sebuah NGO yang menuntut untuk mengamati lingkungan, mengenal kearifan lokal, dan tentu saja semua itu menuntut kita sering jalan-jalan.

Tetapi kerja di NGO tidak semudah yang dibayangkan. Bukan lepas dari masalah dan tekanan. Juga tetap memiliki masa stressnya, lika-likunya dalam sebuah hal krusial bernama “ideologi”.  Hanya saja, setelah berada di sini, aku memiliki pengalaman yang amat luar biasa. Suatu saat, aku akan menceritakannya di sini, sebagai sharing pengalaman hidup. Pagi ini entah hidayah mana yang menggiringku untuk mengisi blog yang sudah lama tak dihuni ini. Padahal tadinya aku mau cerita soal Malang sebab baru berkumpul dengan para alumni dari Malang. XD

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. ini blog gak pernah diuppdate di jual di olx aja... kali aja laku :p

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Parodi Selendang Merah

Review Buku - A Beautiful Lie

Revie Buku - Kumcer PMLH