Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2012

Chilhood

“Dasar Maceloda.. Maceloda..!” “Mestikan, hati-hati!!!” “Dicari dulu, baru tanya!” Okey, itu adalah sedikit kata-kata yang bisa kuingat dari ucapan kakak-kakakku sewaktu aku kecil. Maceloda? Ya, mungkin saja ada yang bertanya apa itu maceloda? Beberapa temanku mengatakan bahwa maceloda adalah nama yang lucu, ada juga yang mengatakan  nama ini keren, terlepas bahwa ada yang mengatakannya itu nama alay. Sebenarnya itu adalah sebutan nama dari kakakku untukku yang menurutnya bandel, sulit diatur dan ceroboh. Kakakku bilang aku “mecal”, ini bahasa banjar yang artinya bandel. Bagaimana tidak? Aku tidak pernah mau disuruh-suruh waktu kecil.  Jika kakak ingin menyuruhku menyapu, atau cuci piring, aku tak pernah mau. Aku akan mengerjakannya, tapi tidak saat perintah suruhannya itu terdengar di telingaku. Jika pun dia ingin meminta bantuan padaku, misalnya membelikannya sesuatu di kios sebelah, aku selalu punya syarat. Kembalian uangnya harus jadi milikku. Dan, itulah aku wakt

Review Buku - A Beautiful Lie

Gambar
Jumat lalu aku sempat stress, dan kuputuskan menggugurkan salah satu mata kuliah yang kuulang, yaitu matematika dasar. Malas sekali rasanya mengulang mata kuliah. Dan hari itu aku sedang kekurangan bacaan, hingga kuborong banyak buku di gramedia. Lumayan juga habis dapat rezeki, semoga berkah. Salah satu buku yang kemudian menarik perhatianku, saat kubaca sinopsis di belakangnya. A Beautiful Lie Semua orang berdusta. Kita semua pernah berdusta. Pada tanggal 1947, aku belajar bahwa setiap orang bredusta, namun tidak semua dusta itu sama. Bertahun-tahun silam, aku menceritakan sebuah dusta yang makin lama makin berkembang. Saat itu aku begitu yakin bahwa jalan satu-satunya adalah dengan berdusta. Tetapi sekarang kebenaran perlu disampaikan. Wah, menarik, pikirku. Jujur saja, setiap kali ke toko buku, aku lebih sering menghindari novel bertemakan cinta. Jika pun aku harus membaca novel tentang cinta, aku hanya mengkonsumsi novel karangan Tere Liye, Asma Nadia

Bicaralah kan Kudengarkan

Saat ini diriku duduk di kursi yang berada dalam sebuah ruang. Ruang itu bernama ruang MP 1.6. di ruang ini aku mendengarkan  *sensor*  bicara dengan fokus pada laptopnya, menyampaikan materi yang ada. Tapi sumpah, beneran aku tak nyambung. Aku tak konsentrasi. Rasanya bosan sekali. Mataku pun mulai menyipit, ngantuk! Ayo Moli, berpikir, berpikir dan berpikir agar kau tak mengantuk. Ayo Moli, perhatikan, perhatikan, dan perhatikan mata kuliah ini!!!! Lekaslah waktu berjalan... Aku sudah tak tahan dengan penderitaan ini. Sungguh, aku tak bisa bersabar dalam waktu.  Tadi malam aku membersihkan semua sudut kamarku. Tulisan itu kutemukan di antara lembaran catatan kuliah masa laluku. Melihatnya tawaku membahana, ah tidak menyangka. Bukannya mencatat materi kuliah,  malah curhat. Ingatanku pun melayang pada salah satu dosen. Tapi sunggguh, tulisan itu tidak mengada-ada. Saat itu aku benar-benar tersiksa menahan ketidaktertarikanku pada kuliah saat itu. Dosen itu mengoceh den

Revie Buku - Kumcer PMLH

Gambar
Aku sebenarnya tak tahu berapa uang 35 juta itu. Jadi aku pun mengambil uang merah itu perlembar sebanyak 35 kali. Aku berhitung seperti yang diajarkan guruku di sekolah SD. “Satu,” kataku sambil mengambil selembar uang kertas merah. Aku hanya tahu bahwa uang merah itu adalah uang seratus ribu. Kurasa 35 kalinya adalah 35 juta. “Dua,” kataku lagi sambil mengambil selembar lagi uang yang terikat dengan karet tersebut. “Tiga puluh lima,” akhirnya sampai ke hitungan 35. Kau tak perlu mencopet. Biar aku saja yang mencopetkan uang ayahku 35 juta ini untukmu. Penggalan cerita di atas adalah penggalan cerpenku yang berjudul Sepenggal Janji. Cerpen yang kubuat dengan kekuatan The Power Of Kepepet. Cerpen yang ternyata mendapat respon baik teman-teman FLP Malang saat itu. Ya, saat itu cerpen ini di bedah dalam acara Sharing Karya FLP Malang. Saat FLP Malang berniat menerbitkan buku kumpulan cerpen, cerpenku dilirik untuk masuk ke dalamnya walaupun belum pernah dicoba dal

Masih Ada Waktu

Mimpi? Rasanya sudah terlalu bosan membahas mimpi. Seringkali kudengar bahkan kubaca bahwa jika kita ingin sukses, semua berawal dari mimpi. Tapi tak bisa kupungkiri bahwa ini benar adanya. Mimpi erat kaitannya dengan keingian yang kuat. Siapa orang yang paling bisa bermimpi tanpa batas? Anak kecil. Ya, anak kecil. Seringkali kita tak menyadari bahwa mimpi kita saat masa kanak-kanak seringkali memberikan kekuatan dan membentuk pribadi kita saat sekarang. Dan saat kecillah kita berani bermimpi, lalu menyataknnya dengan sangat lantang. Mimpi itu membuatmu memiliki tujuan. Dan saat semua itu diringi keinginan yang kuat, perlahan kesuksesan akan kita raih di puncak kejayaan. Mungkin aku belum sampai pada taraf itu, tapi aku meyakininya bahwa aku bisa menjadi seperti yang kumau. Bahwa mimpi-mimpi itu akan kuraih dengan seizin Tuhan yang Maha Penyayang. Seringkali juga kita memiliki keinginan dalam mimpi dan harapan, namun dipatahkan oleh argumen banyak orang. Kadangkala semua itu

Kegagalan

Tidak ada hal yang instan di dunia ini. Segala sesuatunya baru bisa dicapai setelah melalui proses. Bahkan mie instan sendiri masih memiliki proses untuk bisa menikmatinya. Semoga kita tidak pernah mengira bahwa orang-orang yang mencapai kejayannya menempuhnya dengan mudah. Kejayaan itu adalah bayaran dari kepayahannya dalam melewati lika-liku. Saat kita bisa berjalan, kita melalui proses panjang bahkan sempat terjatuh berulang kali. Kita bisa membaca, semata-mata latihan yang dilakukan bahkan kita seringkali lupa huruf saat itu. Pernah gagal? Ini bukan dalam luar lingkup yang kecil, melainkan lingkup besar. Bahkan hampir seluruh masyarakat merasa bahwa gagal pada hal itu adalah malapetaka, akhir dari segalanya. Saya pernah dan itu adalah hal yang membuat saya sangat terpukul. Tapi dari situ, saya kemudian tahu bahwa kegagalan rupanya bukan akhir dari segala-galanya. Tahu apa itu? Gagal ujian nasional. Barangkali banyak yang kemudian terheran-heran bagaimana mungkin saya bisa kul

What I Want

Pernahkah kau berada dalam suatu waktu, saat kau tak mengerti apa sebenarnya yang paling kau inginkan? Ah, tentu masalah saat kau sama sekali tak tahu apa yang kau inginkan. Ada memang saat di mana seseorang merasa hampa, hidup perlahan terasa membosankan, tak ada lagi hal yang menarik yang bisa dilakukan. Di saat itulah dia tak bisa menikmati hal yang sebenarnya banyak orang menikmati. Itu pernah terjadi pada diriku. Saat aku tak benar-benar mengerti apa yang kuinginkan, hingga segala sesuatu di sekitarku tak lantas bisa membuatku benar-benar bahagia. Banyak keinginan bisa jadi malapetaka, menjebakmu dalam fatamorgana. Saat banyak keinginan tak tercapai, kecewa pun mulai tersemai. Namun, tak memiliki keinginan sama sekali pun sebenarnya juga tak kalah petaka. Saat tak ada keinginan, memang tak akan ada kesedihan jika tak mendapatkannya. Sayangnya, tak mendapatkan apa-apa merupakan kerugian. “ If you don`t know what you want, you end up with a lot of you don`t. ” – Chuck palahni