Hujan Bulan November

Jika pak Sapardi Djoko Damono dalam puisinya bersajak, tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Bagiku, tiada yang paling tabah dalam 24 tahun ini selain masa bulan November. Di bulan November ini hujan pertama jatuh setelah asap membuat sesak manusia. Penuh syukur, masyarakat bisa bernapas lega, mencium bau tanah yang dibasahi hujan. Lantas, samar-samar basah pula hatinya sebab jalanan mendadak berbau kenangan.
Begitu fenomenalnya Hujan bulan Juni pak Sapardi ini. Tapi tetap saja, bagiku tak ada yang bisa mengalahi tabahnya bulan November yang kualami. Sebab pada tahun-tahun lalu, bulan Novemberlah Mama meninggalkanku dengan sejuta kenangannya, sejuta kasih sayangnya, sejuta cintanya. Hingga aku menjadi seonggok daging yang sudah buta arah, tak tahu pula ke mana melangkah. Dunia tiba-tiba saja menjadi gelap dan kakiku tak bisa bergerak. Hanya saja, bagaimana pun sulitnya berdiri, kita harus tetap bergerak entah dengan merangkak.


Dan pada bulan November pula, saya tahu bahwa cara bunuh diri yang paling cepat adalah jatuh cinta. Sekalipun kamu tak pernah berniat untuk jatuh, sebuah jalan bisa saja menggelicirkanmu dengan sendirinya. Seberapa keras kamu ingin keluar, tetap saja kamu sudah jatuh cinta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Parodi Selendang Merah

Review Buku - A Beautiful Lie

Revie Buku - Kumcer PMLH